KH ABDULLAH BIN NUH, SEORANG ULAMA BESAR
DAN PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Nuh
KH Abdullah bin Nuh atau yang juga dikenal sebagai Al-Ghazali dari Indonesia adalah seorang yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. KH Abdullah bin Nuh lahir di Kampung Bojong Meron, Kota Cianjur, pada 30 Juni 1905. KH Abdullah bin Nuh lahir dari pasangan Raden H Mohammad Nuh bin Idris (Ayah) dan Nyi Raden Aisyah bin Raden Sumintapura (Ibu).
Saat masih anak-anak, Abdullah dibawa oleh keluarganya untuk tinggal di Makkah selama dua tahun untuk belajar langsung dari tempat dimana agama Islam itu lahir. Sekembalinya dia dari Makkah, tepatnya pada tahun 1914, Abdullah kecil mengenyam pendidikan dasar di Madrasah Al-I’anah Cianjur. Pada masa-masa itu, Abdullah juga mulai menghafal kitab nahwu Alfiyah Ibn Malik. Setelah lulus dari sana, pada tahun 1918, Abdullah meneruskan pendidikannya di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah.
Pada usia 13 tahun, Abdullah sudah bisa menulis artikel dan syair dalam bahasa Arab. Kemampuannya ini dia dapati dari ayahnya, karena sejak dari kecil dia sudah dikenali dasar-dasar ilmu keislaman, sehingga dia mampu mengusai bahasa Arab dengan mudah.
Pada tahun 1922, setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Syamailul Huda, Abdullah melanjutkan pendidikannya di Madrasah Hadramaut School di Jalan Darmo, Surabaya. Tidak hanya belajar sebagai murid, disana Abdullah juga diajarkan oleh gurunya yang bernama Sayyid Muhammad bin Hasyim cara mengajar, berpidato, kepemimpinan, dan sekaligus dipercaya menjadi guru bantu.
Pada tahun 1925, melihat kemahiran Abdullah dalam bahasa Arab membuat Sayyid Muhammad bin Hasyim dikirim ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Saat berkuliah di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar dia mendalami fiqih Mazhab Syafii. Dua tahun belajar di Kairo, KH Abdullah bin Nuh berhasil mendapatkan gelar Syahadatul ‘Alimiyyah yang membuatnya diberi hak untuk mengajar ilmu-ilmu keislaman. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Al-Azhar, KH Abdullah bin Nuh akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1928. Sesampainya di Indonesia, KH Abdullah bin Nuh menikahi seorang perempuan bernama Nyi Raden Mariyah.
KH Abdullah bin Nuh merupakan seorang yang sangat pintar dalam berbahasa, Karena bukan hanya bahasa Indonesia dan Arab saja yang dia bisa, tapi juga bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Perancis yang dia pelajari secara autodidak. KH Abdullah bin Nuh yang dikenal sebagai penerjemah buku-buku Imam Al-Ghazali juga mendirikan sebuah perguruan Islam bernama Majelis Al-Ghazali dan mendirikan pesantren Al-Ghazali.
Tidak hanya berdakwah dan mengajarkan ilmu Islam, KH Abdullah bin Nuh juga ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada masa muda dia pernah masuk menjadi anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) pada tahun 1943-1945, di wilayah Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Daidanco merupakan pangkatnya saat dia pertama kali masuk PETA. Saat Indonesia telah merdeka, KH Abdullah bin Nuh juga turut masuk ke BKR, TKR, hingga KNIP di Yogyakarta.
KH Abdullah bin Nuh juga termasuk orang-orang yang diperhitungkan oleh tentara sekutu yang selalu diawasi keberadaannya. Karena perannya yang penting, dia pun turut pindah ke Yogyakarta, disana dia merupakan penggagas Siaran Bahasa Arab pada RRI Yogyakarta. Dia pun juga termasuk salah seorang pendiri Sekolah Tinggi Islam, saat ini dikenal dengan nama Universitas Islam Indonesia (UII). Disana dia menikahi seorang perempuan lagi bernama Mursyidah binti Abdullah Suyuti yang merupakan salah satu muridnya di STI.
Pada tahun 1950, dia dan keluarganya pindah ke Jakarta hingga tahun 1970. Setelah itu dia kembali ke Bogor, dan menemui ajalnya disana pada tanggal 26 Oktober 1987. Dia meninggalkan lima orang anak dari istri pertamanya dan enam orang anak dari istri keduanya, dan berbagai macam peninggalan ilmu dari buku-buku yang dibuatnya dan instansi pendidikan yang didirikannya.
Comments
Post a Comment