Wikipedia
ISTANA BOGOR, DARI VILA
BIASA MENJADI SEBUAH ISTANA
Istana Bogor yang saat ini kita kenal sebagai kediaman setiap Presiden Indonesia yang sedang menjabat dulunya adalah sebuah vila biasa untuk para Gubernur Jendral Belanda dan Inggris. Vila tersebut dibangun hanya sebagai kediaman sederhana untuk menghilangkan kepenatan dan hiruk pikuk kota Batavia para Gubernur saat itu.
Ide pembangunan vila tersebut hadir pada era kepemimpinan Gubernur Jendral VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang menjabat tahun 1743 sampai dengan 1750. Pada 1744, Imhoff terkesima akan kesejukan dan keindahan alam di Bogor, sehingga membuat dia tertarik untuk membangun sebuah tempat peristirahatan disekitar sana. Vila tersebut dinamainya Buitenzorg dalam bahasa belanda yang diartikan “tanpa kekhawatiran”.
Setelah itu Imhoff sempat merencanakan akan membangun sebuah istana seluas hampir 30 hektar dilahan tersebut dengan rancangan bangunan buatan dia sendiri. Meniru arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke Malborough, di kota Oxford, Inggris, Imhoff ingin membangun sebuah bangunan megah untuk dirinya sendiri selama menjabat sebagai Gubernur Jendral VOC. Namun sayang, Imhoff tak sempat merealisasikan keinginannya tersebut karena dia meninggal pada tahun 1750.
Gubernur Jendral Jacob Mossel, penerus Imhoff, meneruskan proyek tersebut, sehingga membuat gedung megah tersebut selalu dijadikan tempat peristirahatan para Gubernur Jendral Belanda selanjutnya. Vila Buitenzorg terus mengalami perubahan seiring pergantian Gubernur pada saat itu. Hingga pada 1809, masa kepemimpinan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, bangunan tersebut diubah sedemikian rupa dan beralih fungsi secara keseluruhan yang awalnya hanya tempat peristirahatan semata menjadi istana resmi Gubernur Jendral Belanda.
Pergantian jabatan Gubernur Jendral dari Daendels ke tangan Thomas Stamford Raffles pada 1811, membuat wilayah Istana Buitenzorg menjadi semakin luas. Merenovasi beberapa bangunan, mendatangkan enam ekor rusa dari Nepal sehingga menjadi cukup banyak seteleh beberapa tahun, hingga menanami wilayah sekitaran dengan ribuan jenis pohon, membuat Istana Buitenzorg tidak hanya menjadi tempat istirahat Gubernur Jendral tapi juga menjadi tempat penelitian botani. Pohon-pohon yang telah ditanami tersebut akhirnya menjadi sebuah hutan yang dipakai sebagai paru-paru kota, hutan ini sekarang disebut Kebun Raya Bogor. Sayangnya pada 1834, Istana tersebut hancur karena gempa bumi besar akibat meletusnya Gunung Salak.
Pada masa Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist tahun 1850, bangunan yang hancur tersebut dirobohkan dan dibangun kembali Istana dengan arsitektur yang berbeda dari sebelumnya untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer menjadi Gubernur Jendral Belanda terakhir yang berkediaman disana, karena terpaksa harus menyerahkan Istana tersebut ke Jendral Imamura, Pemerintah Pendudukan Jepang.
Pada masa kependudukan Jepang, Istana dirombak seburuk mungkin agar tak terlihat seperti bangunan penting oleh musuh. Hingga pada akhirnya setelah masa kemerdekaan oleh Presiden Soekarno tahun 1950, Istana Kepresidenan Bogor dipakai menjadi salah satu Istana Presiden Indonesia.
Comments
Post a Comment