The Cliff
(Cerita
dibuat oleh Seongdae Oh)
(Di
publikasikan oleh Line Webtoon)
Kami sudah tiga hari terjebak di pinggir tebing ini.
Di tengah terpaan angin yang menggigit di tebing ini.
Tiga hari sebelumnya… kami terpisah dari jalur utama,
saat tengah menuju sebuah kabin di Gunung Hyo-Ak. Kemudian, saat kami bertemu
tebing curam yang berbentuk segitiga tidak rata dengan pemandangan yang luar
biasa… dengan memakai tripod kami memasang kamera dijalan masuk ke tebing curam
tersebut. Dengan gegabah kami memutuskan untuk mengambil foto disana.
“KRAKK!! KRAKK!!” Namun ternyata, itu adalah keputusan
yang salah. Ternyata lempeng batu di ujung tebing telah rapuh. Kami terjatuh…
seharusnya kami telah mati, jatuh dari ketinggian itu. Tapi kami hanya
lebam-lebam… beruntungnya tepat dibawah tebing, ada sebuah pohon dan dibawahnya
lagi ada tanah yang menjorok…kalau saja tidak ada pohon itu, tak tahulah
bagaimana kami jadinya…
Saat berada disana, ponsel kami tidak berfungsi,
sehingga kami tidak dapat memanggil bantuan… “hei, Dong-uk…” ucap Seong-Gyoon
dengan ragu, “co.. coklat itu.. boleh… aku minta sekarang” sambungnya. “kamu
gila ya? Kita nggak tau, kapan kita akan ditolong… ini satu-satunya makanan
kita” jawab aku dengan nada kesal. “maaf..” balasan Seong-Gyoon dengan ekspresi
menyesal… dia sama sekali tak sadar, betapa seriusnya keadaan kami…
“WUP WUP WUP WUP…” terdengar suara helikopter dari
kejauhan, kami tersentak, dan berusaha meminta pertolongan. “Itu… itu suara
helikopter!!!” “TOLONG!! TOLONG!!” “ADA ORANG DISINI!!” ucap kami berdua dengan
sekeras-kerasnya dengan berharap helikopter tersebut mendengar teriakan kami.
Lampu helikopter tersebut menyorot ke arah kami berdua, secercah harapan mulai
menghampiri kami. “kurasa di melihat kita!!” ucap Seong-Gyoon, saut ku dengan
gembira “kita selamat!!” “hahaha! Kita selamat! Kita bisa hidup!” “yess!!!”
“WUP WUp Wup wup…” namun helikopter itu semakin
menjauh dari kami. “HAH..?” “HEI! KEMBALI!!” “HEI! DISINI!” kami terus
berteriak, berharap helikopter itu kembali kemari “KEMBALIIII!!!!”. Kemudian,
dengan rasa penuh kecewa Seong-Gyoon berkata “sepertinya.. mereka cuma lewat..” “di kabin
nggak ada orang, dan kita bilang kalau kita akan pergi selama dua minggu,
jadi.. nggak ada yang tahu kalau kita hilang..” ucap terus Seong-Gyoon sambil
mencoba menyalakan batang rokok terakhirnya. “Fuuhh..” setelah menghembuskan
tiupan asap rokoknya Seong-Gyoon melirik ke arah aku, dan berkata dengan sopan
“Hei.. Dong-uk, mau ini? Ini yang terakhir..”. “TAKK” tanganku mengibas ke arah
tangan temanku itu yang ingin memberikan rokoknya, sehingga membuat rokok itu
terjatuh dari pegangannya. Kemudian, aku berkata dengan kesal tanpa menghadap
kearahnya “kamu lupa.. kalau aku sudah berhenti..?” “atau.. karena kita akan
segera mati.. kamu mau satu isapan lagi?”. Sambung Seong-Gyoon dengan kesal
juga “apa..?” “HEI! Aku kan cuma bilang..”. aku kembali berucap dengan memotong
pembicaraannya “sialan.. seharusnya.. aku nggak ikut kamu kesini..”. lalu
Seong-Gyoon membalas dengan kesal “jadi.. sekarang kamu menyalahkanku?”
kemudian disambung dengan amarah “YANG MAU AMBIL FOTO SIALAN ITU KAMU!!”,
“mungkin iya, tapi kamu juga setuju!” sambung aku menyanggah perkataannya. “ya
tuhan, aku nggak mau ungkit ini, tapi.. saat kita jatuh-” “…” “ah, lupain
aja..” ucap Seong-Gyoon sambil berusaha mengungkapkan sesuatu, tapi tidak jadi
ia katakan. “UH.. T*I” gumam Seong-Gyoon mengakhiri pembicaraan kami. Setelah
itu, kami tak mengucapkan sepatah kata pun.
Dan dua hari pun telah lewat…
Kami kedinginan… Lapar…
Rasanya… tubuh kami sudah mencapai batasnya…
Ahh... aku mengantuk lagi…”A.. APA-APAAN!!” teriakku
yang kaget melihatnya tiba-tiba saja mendekat kearah ku sambil mengulurkan
tangannya setelah dua hari kami tidak berbicara sama sekali. “APA YANG KAMU
LAKUKAN..?!” ucapku dengan nada yang sama, lalu disambung olehnya dengan
hati-hati “maksudmu..?” “kamu.. seharian ini belum bergerak..” “aku cuma
khawatir..”. “…” “kamu tadi..” dengan ekspresi kebingungan aku mencoba merogoh
saku jaketku tempat dimana dia melihat aku menyimpan coklat makanan terakhir
yang tersisa setelah kami jatuh dari tebing itu, “HILANG..?!” “nggak ada
dikantongku.. nggak juga di tempat aku duduk..” kemudian aku melihat wajahnya
yang kebingungan, lalu aku berkata “kau, ya..?” “APA KAMU YANG AMBIL?!”. Jawabnya
“NGGAK MUNGKIN!!!” dengan berteriak untuk menyanggah tuduhan tersebut. “lalu,
siapa..?” “barusan kamu yang mencurinya dari sakuku?” balas aku dengan
mempertahankan argumenku, kemudian Seong-Gyoon kembali menjawab “sumpah, aku
nggak melakukannya! Kepikiran pun tidak!!” “mungkin kamu nggak sengaja
menjatuhkannya saat kencing.. atau mungkin saat kita lompat-lompat, waktu lihat
helikopter lewat!” “kamu betul-betul berpikir aku yang ambil? Memangnya
menurutmu aku ini orang yang seperti apa?”. Lalu aku membalas “aku.. aku minta
maaf..”. “lupakanlah.. nggak apa..” sambung Seong-Gyoon “seharusnya kamu pegang
coklat itu baik-baik..” “ayo kita duduk.. aku terlalu lelah..” “uhuk.. uhuk..”
batuk dari Seong-Gyoon mengakhiri pembicaraan kami itu.
“Syukurlah..” “aktingku tadi.. tidak ketahuan..!”
“dari awal juga coklat ini memang punyaku..!” ucap Dong-uk dalam hatinya. Di
tengah malam Dong-uk mulai memakan coklat yang disembunyikannya di balik batu
dekat tempat ia duduk saat temannya sedang tertidur, “biarkan aku bertahan..
untuk sepuluh hari lagi.. ini tak apa-apa.. semua ini salahnya.. a-aku berhak
untuk hidup..!” ucap Dong-uk dalam hatinya. “kretek.. grauk.. grauk.. grauk..”
Dong-uk mulai menyunyah coklat itu secara perlahan, kemudian Dong-uk kembali
bersuara didalam hatinya dengan muka sumringai “ENAK SEKALI!!” “INI ENAK
BANGET!!” “coklat terenak yang pernah kumakan..!” “tapi.. aku tetap tidak cukup
kuat.. untuk bertahan.. sebaiknya setengahnya kusimpan buat nanti..”.
Tiba-tiba saja terdengar suara Seong-Gyoon “berikan
aku.. setengahnya..”, mendengar suara tersebut Dong-uk kaget dan membuat coklat
yang ingin disimpannya itu malah terjatuh ke bawah tebing “AH..!!” suara hati
Dong-uk. “laper banget.. setengah saja..” Seong-Gyoon kembali berucap,
“..hei..” ucap Dong-uk dengan penuh rasa takut, “coklat sudah jatuh ke tempat
gelap..!” “a-aku tadinya mau bagi setelah kamu bangun..!” ucap Dong-uk sambil
mengarah ke tempat duduknya Seong-Gyoon secara perlahan. Seong-Gyoon mulai
berucap lagi “a-ayah.. ayah.. ayah..” “gimana ayah bisa sampai ke sini..?.
mendengar itu Dong-uk bingung “heh..?”, lalu berucap didalam hati “di-dia..
meracau..?”. kemudian Seong-Gyoon kembali meracau terus menerus sepanjang malam
“ayah! Tolong aku..!” “a-ayah..?” “ayah..! jangan pergi..!”. mendengar terus
pekataan itu Dong-uk mulai resah dan berkata dalam hatinya dengan perasaan
campur aduk “hentikan.. sudah cukup.. kubilang, hentikan..!!!”
Pada pagi harinya Seong-Gyoon terbangun dari tidurnya
“ah..” “a.. ayah..” “aku tadi memimpikan ayahku..” “dia bilang.. dia datang
kesini untuk menyelamatkan kita..”. mendengar pekataan itu Dong-uk yang sudah
kembali ke tempat duduknya semula dan berpura-pura tidur kebingungan dengan
perkataan temannya itu, dalam hati Dong-uk berkata “ngoceh apa sih dia..? apa
dia sekarang sudah gila..?”. kembali Seong-Gyoon mengutarakan kembali isi
mimpinya “dan.. dia bilang..” “untuk mencari.. di antara bebatuan..” “coklatnya
ada disana..”. mendengar hal tersebut Dong-uk tersentak sekaligus kembali
berkata didalam hatinya “apa..?” “gila.. gimana dia bisa..?” “apa dia lihat aku
menyembunyakannya, lalu pura-pura nggak tau..?”. Seong-Gyoon yang terus mencari
disekitar bebatuan tidak sengaja melirik ke arah Dong-uk yang telah tebangun
dan berkata “ah.. aku tidak meragukanmu.. tapi mimpinya terasa nyata banget..”.
kemudian Dong-uk membalasnya dan diakhiri dengan balasan dari Seong-Gyoon
“terserah kaulah.. kalau memang begitu, cari aja sendiri.” “iya.. oke..”.
kemudian Dong-uk berbicara kembali didalam hatinya “… nyalinya memang benar.. toh,
dia nggak bakal menemukannya.. semalam, coklatnya sudah keburu..”. tiba-tiba
saja Seong-Gyoon berteriak “ke.. KETEMU!!”.
“APA?!” Dong-uk kaget dan berteriak didalam hatinya “Mustahil..!”.
Dong-uk pun langsung menghampiri Seong-Gyoon yang terus melihat kebawah tebing “di
sana.. diantara bebatuan.. sedikit tersangkut” ucap Seong-Gyoon. Rupanya coklat
yang kemarin malam terjatuh oleh Dong-uk itu tersangkut diantara semak-semak
yang ada di tebing. Kemudian Dong-uk kembali mengutarakan pendapatnya lewat
hati “ini.. berungtung sekali!! Ini.. keajaiban..!” “tapi aku sudah tak punya
kekuatan.. kalau pun aku bisa turun, aku nggak akan bisa naik lagi..”, dan
Dong-uk mulai berucap “terlalu jauh..” dan temannya berusaha mengorbankan
dirinya “biar aku coba, jadi tolong aku, ya.. aku punya ide”, ucap Dong-uk “apa?”.
Lalu Seong-Gyoon mulai melepas jaket tebal yang selalu dia pakai itu untuk
dijadikan sebagai pegangan dia sekaligus sebagai alat untuk menariknya kembali
ke atas “jaketku ini bisa dipakai sebagai tali.. jaraknya nggak sejauh itu..
aku bisa meraihnya dan kembali ke atas..” “kau cukup pegang yang kuat-kuat..”,
mendengar hal tersebut Dong-uk pun menyanggupinya “ba-baiklah, tapi hati-hati..”.
Dengan mempertaruhkan nyawanya…
Seong-Gyoon… mulai menuruni tebing yang curam itu…
“ini keajaiban.. kami bisa selamat setelah jatuh saja
sudah keajaiban.. sekarang ini.. kurasa aku memang harus membaginya setengah..”
itu adalah kata-kata apa yang ada di pikiran Dong-uk, namun Dong-uk kembali
berpikiran yang tidak-tidak “tunggu dulu, setengah..? sialan aku bego banget..!
aku lupa, sudah makan setengah coklatnya kemarin malam..! kalau dia tau
coklatnya sudah kumakan.. aku harus pikirkan sesuatu..” “brengsek.. aku harus
bagaima-”, buah dari pemikirannya itu membuat ia jadi tidak focus dalam
memegang jaket temannya itu sehingga jaket di dalam genggamannya terlepas dan
membuat Seong-Gyoon terjatuh dari tebing. “TIDAAAKKK!!!” Dong-uk berteriak
setelah jaketnya selip dari genggamannya “SEO.. SEONG-GYOON!!!”, dan yang hanya
bisa ia dengarkan hanyalah teriakan keras temannya yang terjatuh dari tebing,
makin lama makin menghilang dari pendengarannya. Dengan penuh kecemasan dan
kesedihan Dong-uk berkata “sss.. sseo.. seong.. gyoon..” dan ia pun mulai
menangisi kematian temannya tersedu-sedu. Kemudian Dong-uk pun kembali berpikir
untuk kembali melanjutkan hidupnya dan berpikir positif “tidak.. aku nggak
sengaja melakukannya..”, Dong-uk pun melihat isi dompet Seong-Gyoon yang ia
jatuhkan sebelum turun ke tepi tebing tadi, dan ia pun berusaha membuat sinyal
SOS dari uang yang tertinggal di dalam dompet Seong-Gyoon tersebut, dia
menuliskan sinyal tersebut dengan darah dari jari yang ia gigit karena pada
saat itu dia sama sekali tidak membawa alat tulis. Dan kembali berpikir “aku
nggak boleh mati di sini.. ditempat keparat ini.. aku sudah sampai sejauh ini..
aku harus bertahan..!” ia lalu berusaha bertahan sambil memakan dedaunan yang
ada disekitarnya meskipun lidah dan perutnya menolak dedaunan itu “apa pun
caranya..! aku.. aku akan selamat..!”.
Setelah memakan daun itu, ia pun kelelahan dan
tertidur hingga malam menjelang. Dia pun terbangun dengan penuh kelelahan dan tidak
menyangka bahwa dirinya masih hidup, kemudian dia merangkak ke arah tebing
tempat coklatnya tersangkut, sambil memikirkan “yah.. kalau harus mati.. akan
kucoba sekali sebelum aku mati..!”. Dong-uk pun berusaha menuruni tebing yang
curam itu dengan segenap kemampuannya yang tersisa tanpa menggunakan alat apapun
dan berusaha menggapai coklat itu “uh.. ugh.. mengerikan.. ini bodoh..
memangnya aku punya pilihan..? kumohon..! sampai..! sampai..! ah..! ter..
ternyata lebih mudah dari bayanganku..! da-dapat.. sekarang aku harus naik..”.
Dong-uk berhasil meraih coklat itu dan menaruhnya di saku jaketnya, akan tetapi
ia terkejut saat melihat kebawa kakinya, ia melihat suatu mahkluk yang terus
mendaki dengan cepat dari bawah tebing itu “.. eh? A.. apa itu..?”. ia sangat
terkejut setelah melihat dengan jelas tatapan mata dari wajah mahkluk tersebut
yang ternyata mirip sekali dengan wajah temannya yang baru saja mati sebelumnya
“hu… huuhhh.. ahhhhh..!!”, dia mempercepat dakiannya ketempat semula dengan
penuh rasa ketakutan, setelah sampai atas tiba-tiba saja mahkluk itu hampir
sampai di atas tebing dan mulai menggapai dakian terakhirnya. Dong-uk pun
ketakukan sambil berucap “GAAAHHH..!” “SAN.. SANAAA..!!!” “PERGI SANAAAA…!!!”.
“WUP.. WUP.. WUP..” suara helikopter mendekat kearah
Dong-uk, dengan penuh rasa tidak yakin bahwa orang yang akan diselamatkannya
itu masih hidup kru helikopter terus berusaha mendekat ke posisi tebing yang
diduduki oleh Don-uk, para kru helikopter tidak menyangka bahwa ada satu orang
yang berhasil selamat setelah satu minggu menghilang. Namun kru helikopter
tidak melihat mahkluk yang dilihat oleh Dong-uk, tapi tim kru penyelamat hanya
melihat bahwa orang yang ia selamatkan sedang menangis tersedu-sedu sambil
ketakutan di pinggir tebing seperti orang yang sedang kesurupan.
Aku baru ditolong setelah hampir seminggu…
Saat ditolong, aku menggigil ketakutan dan dalam
keadaan kacau…
Dari yang kudengar, aku sendirian saat mereka
menemukanku…
Lantas, apa yang kulihat barusan…
Setelah kejadian tersebut aku dibawa ke rumah sakit
untuk dirawat, berkat rumah sakit tempatku dirawat, aku tak perlu berhadapan
dengan wartawan dan bisa focus pada proses penyembuhan… dan beberapa hari
kemudian… aku bisa keluar rumah sakit secara diam-diam. Setelah itu aku kembali
ke rumah ku untuk menenangkan diri, tidak ada yang berubah... kecuali satu yaitu
kematian Seong-Gyoon… dan terdapat satu paket untukku didalam rumah yang berupa
peralatan kami yang tertinggal saat pendakian kami kemarin… kecuali satu barang
yang tidak ada di paket itu. Aku kemudian berusaha menghubungi kantor Tim SAR
Gunung Hyo-Ak.
“tim sar gunung hyo-ak, ada yang bisa kami bantu?”
kata salah satu kru tim sar
“ini aku Dong-uk, korban yang anda selamatkan beberapa
hari yang lalu”
“ah, Dong-uk, anda sudah terima paket kami?”
“sudah, tapi disini tidak ada uang 10.000 won”
“uang 10.000 won?”
“betul.. uang itu ingin kusimpan untuk..
kenang-kenangan.. anda lihat pesan SOS saya di..”
“maaf, saya kurang paham.. oh.. apa anda belum dengar
ya? Sehari sebelum kami menyelamatkanmu, kami menerima laporan orang hilang. Keluarga
Seong-Gyoon mencari dia, karena ayahnya saat itu meninggal tapi hp-nya mati dan
dia tak pernah sampai di kabin gunung.. seseorang lalu melapor, lihat kalian
berdua akan naik gunung.. jadi mereka berpikir kalian mungkin dalam bahaya,
lalu menghubungi kami..”
Mendengar ucapan dari Tim SAR tersebut membuat Dong-uk
syok berat sambil memikirkan apa yang pernah Seong-Gyoon pernah utarakan saat
ia bermimpi di tengah malam tentang ayahnya itu. Dengan secepat kilat Dong-uk
langsung mematikan telepon dan berganti pakaian untuk menuju ke makam ayahnya
Seong-Gyoon. Sesampainya di sana dia langsung bersujud dan memohon maaf atas
kejadian tersebut dan berkelit bahwa itu adalah kecelakaan tidak disengaja yang
melibatkan Seong-Gyoon dan membuatnya sampai meninggal terjatuh dari tebing. Setelah
bersujud dan memohon maaf cukup lama ia bangun dan menatap foto ayah temannya
itu, alangkah terkejutnya ia melihat foto ayahnya Seong-Gyoon menatap ke
arahnya dengan tatapan melotot yang menyeramkan ke arahnya. Seketika Dong-uk
berteriak dan lari terbirit-birit ketakutan mengarah keluar area pemakaman.
Khayalan…
Mungkin itu khayalan yang tercipta karena rasa
bersalahku…
Bagaimanapun…
Aku tidak sengaja membunuh temanku…
Itu semua… Cuma kecelakaan yang mengerikan…
Itu lah yang aku pikirkan selama aku melalui
perjalanan ke rumah… malam itu… seorang wartawan mendengar aku sudah keluar
dari rumah sakit dan meneleponku. Ia ingin wawancara… aku terus menunggunya
sambil ketakutan dan duduk diselimuti selimut di kasur kamarku menunggu
wartawan itu yang datang terlambat, sambil menggerutu sendiri aku melihat jam…
alangkah terkejutnya aku yang melihat sesosok bayangan mirip Seong-Gyoon dari
balik jendela dekat aku menaruh jam dindingku.
Dong-uk merintih ketakutan seorang diri, memejamkan
mata, dan melindungi dirinya dengan selimut yang sudah menempel dibadannya
sejak tadi, sampai wartawan itu tiba dikediamannya dengan mengetok pintu dan
memberi salam dari luar pintu. Dong-uk pun membukakan pintu untuk wartawan
tersebut karena bagaimana pun dia memang sedang butuh seseorang untuk
menenangkan dirinya dari sunyinya malam tersebut. Wartawan tersebut mulai
memperkenalkan diri dan memberi tahu bahwa saja dia baru pulang dari Gunung
Hyo-Ak dan menyampaikan bahwa jasad Seong-Gyoon telah ditemukan di kaki tebing
itu dengan keadaan telah tercabik-cabik oleh binatang buas dan sulit untuk
diidentifikasi oleh Tim SAR. Setelahnya, wartawan tersebut mulai membuka
percakapan menanyakan tentang apa saja yang terjadi saat itu sehingga membuat
keduanya terjatuh di tebing tersebut, Dong-uk pun mulai mengarang cerita untuk
menutup-nutupi kesalahannya selama berada disana kepada wartawan tersebut.
“Tanggal 25 Februari, sekitar jam 3 siang.. kami jatuh
saat berfoto di tepi tebing di area baratlaut gunung hyo-ak. Untungnya jatuh ke
bagian tebing yang menjorok dan Cuma luka ringan. Menunggu untuk diselamatkan.”
“Tak ada tanda-tanda pertolongan setelah 3 hari, hidup
hanya dari sepotong coklat batangan. Seong-Gyoon Park, secara tidak sengaja
jatuh saat buang air kecil…”
“Sendirian, Dong-uk makan dedaunan untuk bertahan. Saat
ayah Seong-Gyoon meninggal, laporan orang hilang dikeluarkan dan ia
diselamatkan sepekan kemudian secara dramatis.”
“Sembuh setelah dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari, Dong-uk lalu pulang. Ia sempat datang melayat ke rumah duka ayah
Seong-Gyoon..”
Begitulah apa yang disampaikan oleh Dong-uk kepada
wartawan teersebut. Wartawan tersebut percaya-percaya saja, tapi dia meminta
untuk dapat melihat kamera yang dibawa keduanya saat mendaki Gunung Hyo-Ak
tersebut. Dong-uk pun mengambil kamera tersebut dari paket yang baru ia
lihatnya pagi tadi, hanya saja ia belum melihat gambar apa saja yang ada
didalam kamera tersebut… dan alangkah terkejutnya dia saat melihat gambar
terakhir yang terjepret dari kamera itu, ia melihat sebuah gambar bahwa yang
terjatuh duluan ke tepi pinggir tersebut adalah dia, dan dia secara reflek
langsung menggenggam jaket dari Seong-Gyoon yang ada didekatnya, dan kemudian
ia mulai teringat bahwa inilah sebuah rahasia yang tidak ingin di sampaikan
oleh Seong-Gyoon saat mereka baru saja terjatuh dari tebing itu. Kemudian dengan
rasa cemas dia menghapus foto itu sebelum di berikan kepada wartawan tersebut.
Wartawan itu mulai melihat foto isi kamera tersebut,
dan menyadari bahwa ada keganjilan disana. Wartawan itu pun mengutarakan
pendapatnya bahwa jika kamera tersebut diletakan di tripod, lalu menghidupkan
timernya, seharusnya diakhir foto ada sebuah gambar yang menunjukan mereka
berdua disana atau sebuah foto yang isinya hanya tebing kosong saat mereka
berdua terjatuh. Kejelian yang disampaikan oleh wartawan tersebut membuatnya
jadi gugup dan ketakutan, sehingga membuat ia berkelit dan kembali
berhalusinasi saat melihat wajah wartawan tersebut berubah bentuk menjadi wajah
Seong-Gyoon temannya yang telah mati dicabik-cabik oleh binatang buas. Dia
ketakutan setengah mati dan terus meminta maaf di hadapan halusinasinya
tersebut, sampai ia disadarkan oleh wartawan itu.
Sejak hari kematian…
Seong-Gyoon…
Aku mulai berhalusinasi…
Sekarang… aku bahkan dengar suara-suara…
Setelah kejadian tersebut, wartawan itu kembali
mengorek informasi dari Dong-uk, dan berusaha membuat Dong-uk membeberkan
kebenarannya. Dong-uk pun yang sudah merasa menyesal itu pun mulai mengakui
kesalahannya, dan mengakui juga bahwa kematian dari Seong-Gyoon adalah
kesalahan terbesarnya. Setelah menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada
wartawan itu, wartawan itu pun terlihat kasihan padanya. Dong-uk meminta satu
permintaan kepada wartawan itu untuk tidak menyebarkan cerita yang asli kepada publik,
wartawan itu pun menyanggupinya dan hanya akan menyebarkan berita dari
keterangannya yang pertama.
Tiga hari kemudian… Dong-uk kembali Gunung Hyo-Ak
setelah menerima panggilan telepon dari adiknya Seong-Gyoon yang ingin bertemu
dengannya di Gunung tempat kakaknya meninggal tersebut. Setelah bertemu dengan
adiknya Seong-Gyoon, dia sangat terkejut melihat penampilan adik temannya itu
mirip sekali perawakannya seperti Seong-Gyoon “astaga.. hampir saja aku kena
serangan jantung.. kenapa dia bisa mirip banget kakaknya? Terus kenapa juga
pakai kacamata hitam?”. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan mengarah ke
tepi tebing tempat Dong-uk dan Seong-Gyoon terjebak sesusai permintaan dari
adik temannya itu. Saat sedang menyusuri jalan Dong-uk tidak sengaja menemukan
uang SOS yang dihembuskan angin saat dia masih terjebak di tebing itu, dia
langsung mengambilnya sambil berkelit mengikat tali sepatunya agar adik
Seong-Gyoon tidak mengetahui hal tersebut.
Setelah sampai di dekat pinggir tebing tempat dia dan
Seong-Gyoon terjebak, adiknya mengatakan bahwa dia terus menerus memimpikan
kakaknya setelah kematian kakaknya itu, dan dia berkata bahwa kakaknya baru
bisa beristirahat tenang setelah abunya di taburkan di tempat itu, dan juga dia
menginginkan yang menaburkannya itu adalah Dong-uk sendiri.
Apa maksudnya…?
Yah…
Akulah yang mengalami kejadian itu…
Aku berhalusinasi memang sejak kejadian itu…
Apa mungkin ini artinya… Dia…
Memaafkan aku…?
Mungkinkah,
Setelah ini aku bisa berhenti memikirkan dia…?
Itulah kata-kata yang ada dipikiran Dong-uk. Ia mulai
berjalan menuju tebing tersebut untuk menaburkan abu Seong-Gyoon, tapi
sayangnya setelah membuka kotak abu terbeut ia terkejut, bahwa yang ada dikotak
itu bukanlah abu Seong-Gyoon, melainkan jenis coklat yang sama saat ia tidak
sengaja menjatuhkan temannya itu sehingga membuatnya mati. “kau lupa memakannya,
Dong-uk?” itu adalah kata-kata yang disampaikan oleh adiknya Seong-Gyoon yang
ternyata adalah wartawan yang sebelumnya bertemu dengan Dong-uk, namun kali ini
dia menyamar seperti kakaknya.
Tiba-tiba saja adiknya Seong-Gyoon mendorong jatuh
Dong-uk ketepian tebing itu lagi. “kamu masih belum mati..” “kalau saja kamu
sedikit memikirkannya.. dia mungkin bisa selamat..” “aku mendengar semuanya. Saat
mereka menemukanmu, kamu meracau soal coklat batangan ditanganmu.. jadi aku
tahu pasti ada sesuatu yang terjadi di sini..” “aku tak pernah mengira, akan
mendengar semuanya langsung dari.. semoga beruntung.” Itulah kata-kata adiknya
Seong-Gyoon setelah menajatuhkan Dong-uk dan pergi dari sana meninggalkan
Dong-uk sendirian di tempat dia terjebak dulu. Dia memohon pertolongan kepada
adiknya Seong-Gyoon, namun permintaan itu tidak digubris. Setelah itu dia
kembali menerbangkan uang SOS yang baru saja ia temukan tadi, sambil berharap
bahwa kali ini ada yang dapat menemukannya dan menyelamatkannya lagi.
Benar saja tidak cukup lama setelah uang itu ditiup angin,
ada dua orang pendaki gunung yang tidak jauh dari sana menemukan uang itu
tiba-tiba saja menempel ke tongkat pendakiannya. Kemudian dua orang pendaki itu
menyerahkan uang tersebut ke Tim SAR Gunung Hyo-Ak. Dilain pihak, Dong-uk mulai
kelaparan sambil menunggu bala bantuan datang menjemputnya di tepi tebing itu,
dan mulai memikirkan untuk memakan coklat tadi. Namun terdengar suara “SKREEKKK..
SKREEEKKK.. SKREKKK..” dari arah bawah tebing dan semakin lama suara itu
semakin terdengar jelas menuju arahnya… terkejutlah ia bahwa suara itu datang
dari hantu menyeramkan Seong-Gyoon, dan sayangnya nasib baik tidak
menghampirinya seperti sebelumnya dia ditolong oleh Tim SAR. Tim SAR yang
mengetahui bahwa Dong-uk telah pulang dengan selamat hanya mengirimkan uang
tersebut ke rumahnya, tanpa mencari ataupun menelepon Dong-uk setelahnya. Setelah
itu Dong-uk pun tidak pernah lagi terdengar kabarnya.
-TAMAT-
KARYA INI SAYA
BUAT HANYA UNTUK MENYELESAIKAN TUGAS KAMPUS DAN TIDAK MEMILIKI NIATAN UNTUK
MENJIPLAKNYA SEDIKITPUN
Wahh terus gimana tuh, nasib Dong-uk nya? Jadi penasaran nii :v
ReplyDelete